Kamis, 11 Desember 2008

PANDUAN LKS IPA


Satuan pendidikan: Sekolah Dasar
Mata Pelajaran : IPA
Kelas/Semester : IV/II
Standar Kompetensi :
Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar :
Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkiungan sekitar serta sifat-sifatnya.
Indikator :
1. Mendeskripsikan energi bunyi yang terdapat dilingkungan sekitar
2. Menyebutkan sifat-sifat energi bunyi
3. Membuat karya atau alat sederhana berupa telepon benang
Tujuan Pembelajaran :
Dengan memperhatikan penjelasan guru, siswa dapat:
1. Mendeskripsikan energi bunyi yang terdapat dilingkungan sekitar
2. Menyebutkan sifat-sifat energi bunyi
3. Membuat karya atau alat sederhana berupa telepon benang
Materi Pokok : “Perambatan bunyi”
Lembaran Kerja Siswa
(LKS)
“Membuat karya atau alat sederhana berupa telepon benang”
Masalah
• Apakah gelombang bunyi dapat juga merambat melelui benang?
o Ya, gelombang bunyi dapat merambat melalui benang karena, benang merupakan salah satu jenis benda padat.
Alat dan bahan
• Empat buah kaleng,
• Satu buah paku,
• Dua helai benang katoon (± 8 meter), dan
• Lilin.
Langkah kegiatan
• Lubangi bagian bawah kaleng (ditengah-tengah), dengan menggunakan paku,
• Masukkan tiap ujung benang, melalui masing-masing lubang,
• Simpul kedua ujung benang agar tidak terlepas,
• Minta dua orang siswa untuk memegang kedua ujung benang, dengan kaleng itu,
• Renggangkan (kendorkan) benang,
• Cobalah berbicara melaui kaleng itu, sementara siswa yang satu mendengarkan (lakukan secara bergantian),
• Regangkan (dikencangkan) benang,
• Cobalah berbicara, apakah suara teman yang berbicara diujung lain dapat didengarkan?
Tabel Data Pengamatan

No
Percobaan Gejala yang timbul
Dengar Tidak dengar
1 Benang direnggangkan (dikendorkan) 
2 Benang diregangkan (dikencangkan) 
3 Benang digosok dengan lilin 
4 Benang dililit pada kayu (ditengah-tengah) 
5 Benang dijepit dengan jari (ditengah-tengah) 
6 Party Calling 
Analisis Data
• Dari percobaan diatas, maka pada percobaan keberapakah, gelombang suara dapat didengar melalui benang, dan pada percobaan keberapakah, gelombang suara tidak dapat didengar melalui benang?
o Dapat didengar, pada percobaan 2, 3, 4 dan 6
o Tidak dapat didengar, pada percobaan 1 dan 5
Kesimpulan
• Mengapa pada benang yang direnggangkan (dikendorkan), kita tidak dapat mendengar suara? Sedangkan pada benang yang diregangkan (dikencangkan), kita dapat mendengar suara?
o Karena tidak ada gelombang suara, dari sumber suara, yang dihantarkan melalui aliran suara (benang), kepenerima suara (pendengar).
o Karena semakin kencang benang, maka gelombang suara, dari sumber suara, yang dihantarkan melalui aliran suara (benang), kepenerima suara (pendengar) akan semakin jelas.
Perluasan
• Mengapa pada telepon genggam, tidak menggunakan benang untuk menghantarkan gelombang suara?
o Karena telepon genggam merupakan, gelombang elektromagnetik yang dihantarkan melalui udara.

LKS IPA


Satuan pendidikan : Sekolah Dasar
Mata Pelajaran : IPA
Kelas/Semester : IV/II
Standar Kompetensi :
Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Dasar :
Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkiungan sekitar serta sifat-sifatnya.
Indikator :
1. Mendeskripsikan energi bunyi yang terdapat dilingkungan sekitar
2. Menyebutkan sifat-sifat energi bunyi
3. Membuat karya atau alat sederhana berupa telepon benang
Tujuan Pembelajaran :
Dengan memperhatikan penjelasan guru, siswa dapat:
1. Mendeskripsikan energi bunyi yang terdapat dilingkungan sekitar
2. Menyebutkan sifat-sifat energi bunyi
3. Membuat karya atau alat sederhana berupa telepon benang
Materi Pokok : “Perambatan bunyi”
Lembaran Kerja Siswa
(LKS)
“Membuat karya atau alat sederhana berupa telepon benang”

Masalah
• Apakah gelombang bunyi dapat juga merambat melelui benang?

Alat dan bahan
• Empat buah kaleng,
• Satu buah paku,
• Dua helai benang katoon (± 8 meter), dan
• Lilin.
Langkah kegiatan
• Lubangi bagian bawah kaleng (ditengah-tengah), dengan menggunakan paku,
• Masukkan tiap ujung benang, melalui masing-masing lubang,
• Simpul kedua ujung benang agar tidak terlepas,
• Minta dua orang siswa untuk memegang kedua ujung benang, dengan kaleng itu,
• Renggangkan (kendorkan) benang,
• Cobalah berbicara melaui kaleng itu, sementara siswa yang satu mendengarkan (lakukan secara bergantian),
• Regangkan (dikencangkan) benang,
• Cobalah berbicara, apakah suara teman yang berbicara diujung lain dapat didengarkan?
Tabel Data Pengamatan
No
Percobaan Gejala yang timbul
Dengar Tidak dengar
1 Benang direnggangkan (dikendorkan)
2 Benang diregangkan (dikencangkan)
3 Benang digosok dengan lilin
4 Benang dililit pada kayu (ditengah-tengah)
5 Benang dijepit dengan jari (ditengah-tengah)
6 Party Calling
Analisis Data
• Dari percobaan diatas, maka pada percobaan keberapakah, gelombang suara dapat didengar melalui benang, dan pada percobaan keberapakah, gelombang suara tidak dapat didengar melalui benang?
Kesimpulan
• Mengapa pada benang yang direnggangkan (dikendorkan), kita tidak dapat mendengar suara? Sedangkan pada benang yang diregangkan (dikencangkan), kita dapat mendengar suara?
Perluasan
• Mengapa pada telepon genggam, tidak menggunakan benang untuk menghantarkan gelombang suara?

MAKALAH INOVATIF


KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini penulis membahas “Model-Model Pembelajaran Inovatif pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia”, suatu permasalahan yang selalu dialami oleh guru dalam melakukan proses belajar mengajar di sekolah dasar khsusnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah proses pembelajaran di SD khususnya pada proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran inovatif yang sangat diperlukan guru dalam suatu harapan mendapatkan hasil belajar siswa serta prestasi belajar siswa dapat tercapai sehingga mutu pendidikan khususnya pada pelajaran bahasa Indonesia dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.
Demikian makalah ini penulis paparkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, belumlah sampai pada tahap kesempurnaannya. Oleh karena itu, kritik, saran serta masukan yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapakan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Surabaya,…..November 2008
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi SD ?
2. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi SD ?
C. Tujuan
1. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi SD.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi SD
D. Manfaat
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan dapat membantu guru dalam merancang model pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia serta menambah pengetahuan guru dalam memilih metode pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model-Model Pembelajaran Inovatif
1. Model Examples Non Examples
Langkah-langkah :
1. Mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/In Focus
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7. Kesimpulan
2. Picture And Picture
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan materi sebagai pengantar
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
7. Kesimpulan/rangkuman
3. Numbered Heads Together
Langkah-langkah :
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
6. Kesimpulan
4. Cooperative Script
Langkah-langkah :
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : (a) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan guru
7. Penutup
5. Kepala Bernomor Struktur
Langkah-langkah :
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
5. Kesimpulan
6. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
2. Guru menyajikan pelajaran
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
5. Memberi evaluasi
6. Kesimpulan
7. Jigsaw (Model Tim Ahli)/(Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, And Snapp, 1978)
Langkah-langkah :
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Guru memberi evaluasi
8. Penutup
8. Problem Based Introductuon (PBI)/(Pembelajaran Berdasarkan Masalah)
Langkah-langkah :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
9. Artikulasi
Langkah-langkah :
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
5. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
7. Kesimpulan/penutup
10. Mind Mapping
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban

Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru

11. Make - A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah :
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7. Demikian seterusnya
8. Kesimpulan/penutup

12. Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985)
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
6. Guru memberi kesimpulan
7. Penutup
13. Debat
Langkah-langkah :
1. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
3. Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Yang menjadi acuan bagi penulis untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta prestasi belajar siswa, maka penulis mengambil salah satu model pembelajaran inovatif yaitu: model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran bahasa indonesia.
B. Pembelajaran Cooperative Learning
Sintaks pembelajaran koperatif adalah
1.Informasi
2.Pengarahan-strategi
3.Membentuk kelompok heterogen
4.Kerja kelompok
5.Presentasi hasil kelompok
6.pelaporan.
7.Penghargaan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif
C. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
D. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
 Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli.
 Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
 Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
 Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
 Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
 Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
 Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran Cooperative Learning terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Trianto . 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivisme. Surabaya: Prestasi Pustaka