Sabtu, 02 Mei 2009

MPMBS

JUDUL ARTIKEL :Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
BIDANG ILMU: Pendidikan
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. 
Berdasarkan masalah ini, maka berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita?. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak menagalami peningkatan secara marata.
Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan. 
Faktor kedua, penyelenggaran pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan  birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional. 
Faktor ketiga, peran serta warga sekolah khususnya guru dan pranserta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, pada hal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral dan  barag/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan hasil pelaksnanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu  unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholdir). 
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan orientasi penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Pengertian, karakteristik, tujuan dan alasan-alasan MPMBS ?
b. Apa saja fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke Sekolah ?
c. Bagaimana konsep dasar MPMBS ?
d. Bagaiamana pelaksanaan MPMBS ?
Tujuan Penelitian
e. Untuk mengetahui pengertian, karakteristik, tujuan dan alasan-alasan MPMBS
f. Untuk mengetahui fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah
g. Untuk mengetahui konsep dasar dari MPMBS
h. Untuk mengetahui pelaksanaan MPMBS

KAJIAN TEORI

1. Pengertian 
Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Catatan : MPMBS tidak dubenarkan menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku). 
Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang tentu saja, lebih berdaya dalam mengembangkan dalam mengembangkan program-program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Dengan fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal. Demikian juga dengan partisipasi/ pelibatan warga sekolah dan masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan sekolah, maka rasa memiliki mereka terhadap selolah dapat ditingkatkan.
Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah. Inilah esensi partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam pendidikan. Baik peningkatan otonomi sekolah, fleksibelitas pengelolaan sumberdaya sekolah maupun partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaran sekolah tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan peundang-undangan yang berlaku. 
2. Karakteristik
MPMBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MPMBS, maka sejumlah karakteristik MPMBS berikut perlu dimiliki. Berbicara karakteristik MPMBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MPMBS merupakan wadah/kerangka, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MPMBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses dan output, antara lain:
Output yang diharapkan
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan  dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan  bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khusunya prestasi  belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam :  (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. 
Proses
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya. 
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai  berikut :
Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Pegelolaan Tenaga Kependidikan yang efektif
Sekolah memiliki Budaya Mutu
Sekolah memiliki Teamwork yang kompak, Cerdas, dan Dinamis
Sekolah memiliki Kewenangan (kemandirian)
Partisipasi yang Tinggi dari Warga dan Masyarakat
Sekolah memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Sekolah memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan  pisik)
Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan.
Sekolah Responsi dan antisipatif terhadap Kebutuhan
Memiliki Komunikasi yang baik
Sekolah memiliki Akuntabilitas
Sekolah memiliki Kemampuan Manajemen Sustainabilitas
Input Pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik input pendidikan, sebagai  berikut :
Memiliki Kebijakan, Tujuan  dan Sasaran Mutu yang jelas
Sumberdaya Tersedia dan Siap
Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Memiliki Harapan Prestasi yang tinggi
Fokus  pada Pelanggan (khususnya Siswa)
Input manajemen
3. Tujuan
a. MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
b. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
c. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
d. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya,
e. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. 
4. Alasan Diterapkannya MPMBS
MPMBS diterapkan karena beberapa alasan berikut  :
Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
Dengan pemberian fleksibelitas/keluesan-keluesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk  meningkatkan mutu sekolah.
Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia  untuk memajukan sekolahnya.
Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya. Khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah  karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk  meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat, dan
Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
5. Fungsi-fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah
Undang-undang Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah (Otonomi Daerah) tahun 1999 beserta sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pedoman pelaksanan terutama PP. No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah, Propinsi dan Kabupaten/Kota, harus digunakan sebagai referensi /patokan. Dengan demikian , pendesentralisasian fungsi-fungsi pendidikan tidak akan merubah peraturan perundang-undangan yang ada. Namun demikian, sampai saat ini  belum ada resep yang pasti tentang hal ini, karena seperti kita ketahui, otonomi pendidikan sedang bergulir dan sedang mencari formatnya, sehingga secara peraturan perundang-undangan (legal aspect) belum dimiliki, tugas dan fungsi sekolah dalam era otonomi saat ini. Sementara. Menunggu “legal aspect” yang akan diberlakukan kelak, fungsi-fungsi sekolah yang semula dikerjakan oleh Pemerintah Pusat/Dinas Pendidikan Propinsi /Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, sebagian dari fungsi dapat dilakukan oleh sekolah secara professional. Artinya, suatu fungsi tidak dapat dilimpahkan sepenuhnya ke sekolah, sebagian masih merupakan porsi kewenangan Pemerintah Pusat, sebagian porsi kewenangan Dinas Propinsi, sebagian porsi  kewenangan Dinas Kabupaten/Kota, dan sebagian porsi lainnya yang dilimpahkan ke sekolah. Adapun fungsi-fungsi yang sebagian porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi: (1) proses belajar menagajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah. 
6. Konsep Dasar MPMBS
MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS = otonomi + fleksibelitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. 
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemadirianm, yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemadirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya swasembada, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk  mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan sendiri beradasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan  peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Flesibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan  yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah  seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah, maka sekolah akan lebih lincah  dan tidak harus menunggu arahan dari atasan untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan- keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang- undangan yang ada.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki;  makin besar rasa memilik, makin bsar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasatanggung jawab, makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangka keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan /kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggung jawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedangkan demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan , hak azazi manusia serta kewajiban dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan. 
Dengan pengertian diatas, maka sekolah memiliki kewengan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibelitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas pendidikan Kabupaten/ Kota, Dinas Pendidikan  Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayanan sekolah dalam pengelolaan peningkatan mutu berbasis sekolah.
7. Pelaksanaan MPMBS
a. Tahap-tahap Pelaksanaan
Melakukan Sosialisasi
Dalam melakukan sosialisasi MPMBS, yang penting dilakukan oleh kepala sekolah adalah “membaca” dan “membentuk” budaya MPMBS di sekolah masing-masing
Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah
Sekolah yang melaksanakan MPMBS harus membuat rencana pengembangan sekolah. Rencana pengembangan sekolah pada umumnya mencakup perumusan visi, misi, tujuan sekolah dan strategi pelaksanaannya. Sedangkan rencana kerja tahunan sekolah pada umumnya meliputi pengindentifikasian sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah), pemilihan fungsi-fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah diidentifikasi, analisis SWOT, langkah-langkah pemecahan persoalan, dan penyusunan rencana dan program kerja tahunan sekolah. Berikut diuraikan secara singkat mengenai perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah).
Merumuskan Sasaran
Berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi sekolah, maka dirumuskanlah sasaran/tujuan situasional yang akan dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian (sumber referensi) bagi perumusan sasaran sekolah.
Sasaran sebaiknya hanya untuk waktu yang relatif pendek, misalnya untuk satu tahun ajaran. Dengan demikian sasaran (misalnya untuk 1 tahun) pada dasarnya merupakan tahapan untuk mencapai tujuan jangka menegah (misalnya untuk jangka 3 tahun).
Mengindentifikasi Fungsi-fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran.
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungs-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
Melakukan Analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, and Threat)
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
 Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan
Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut  langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
Menyusun Rencana dan Program Peningkatan Mutu
Rencana yang dimaksud harus juga memuat rencana anggaran biaya (rencana biaya) yang diperlukan untuk merealisasikan rencana sekolah.
Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan keterikatan-keterikatan birokrastis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Merumuskan Sasaran Mutu Baru
PENUTUP
8. Kesimpulan
Berbagai kenyataan tidak optimalnya mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah manajemen pendidikan. Dalam kenyataan, manajemen pendidikan yang selama ini bersifat sentralistik telah menempatkan sekolah pada posisi marginal, kurang berdaya, kurang mandiri, dan bahkan terpasung kreativitasnya. Untuk itu, Depdiknas terdorong untuk melakukan reorientasi penyelenggaran pendidikan dari manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).
MPMBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, humas dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasrakan kebijakan pendidikan nasional.
Oleh karena itu, MPMBS sangat berguna dan bermanfaat bagi sekolah dalam melaksanakan proses belajar mengajar, perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengelolaan kurikulum, pengelolaan proses belajar mengajar, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan peralatan dan perlengkapan, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, humas dan pengelolaan iklim sekolah.
9. Saran
Pergeseran pendekatan manajemen ini jelas memerlukan penyesuaian-penyesuaian, baik secara teknis maupun kultural. Penyesuaian secara teknis dapat dilakukan melalui penataran, lokakaerya, seminar, dan diskusi tentang MPMBS. Sedangkan penyesuaian secara kultural, dapat dilakukan melalui manajemen pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai terbentuk karakter MPMBS kepada semua warga sekolah sehingga kebijakan pendidikan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan bangsa bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/konsep-manajemen-sekolah/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/27/mpmbs-dan-ktsp/
http://pakguruonline.pendidikan.net/mpmbs1.html

Akhmad Sudrajat, 2006. Konsep Manajemen. WORDPRESS: Kuningan

Sugiono, H dkk. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. UNESA PRESS : Surabaya.

2 komentar:

vita mengatakan...

bisa kah bapak merincikan lagi ttg tahapan-tahapan MPMBS itu.
kirim kn saja k email saya, trimakasih sebelum nya.

Anonim mengatakan...

tolong bapak rincikan lagi bagaimana tahap-tahap MPMBS itu, kirimkan saja ke email saya, trimakasih sebelum nya pak.